Apa yang terlintas di benak Anda tentang Flores?, mungkin dahi Anda akan mengernyit sembari berpikir. Pulau Flores, pulau yang terletak di dalam wilayah adsminitratif Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur ini menyimpan cukup banyak potensi wisata, salah satunya Kampung Megalitik Bena yang diperkirakan telah ada sejak 1200 tahun yang lalu.
Bena adalah sebuah perkampungan tradisional yang terletak di bawah kaki Gunung Inerie, Desa Tiworiwu, Kecamatan Aimere, Kabupaten Ngada. Desa ini bisa ditempuh selama 30 jam dari Bajawa, ibu kota Kabupaten Ngada. Kampung ini terkenal karena sejumlah bangunan megalitik masih berdiri dan tata kehidupan masyarakatnya masih asli. Bagi kita mungkin kampung ini tidak terkenal, tetapi taukah Anda Bahwa kampung adat ini sudah ramai dikunjungi oleh wisatwan Jerman dan Itali.Bagi pencinta wisata sejarah dan budaya, Bena merupakan tempat wisata yang mengagumkan, memasuki kampung ini, hanya ada satu pintu gerbang di sebelah utara. Masyarakat kampung Bena percaya bahwa kampungnya terbentuk karena kapal besar pernah terdampar di atas lereng gunung itu dan tidak bisa berlayar lagi hingga air surut dan berubah menjadi batu hingga sekarang.
Memasuki kampung Bena, Anda akan kagum karena masih ada bangunan Megalitik yang terdiri dari susunan bangunan kuno. Masyarakat Bena tidak tahu secara persis siapa yang mendirikan bangunan megalitik tersebut, tetapi mereka percaya bahwa bebatuan itu disusun oleh seorang lelaki yang perkasa bernama Dhake.
Bebatuan Megalitik Kampung Bena |
Anda akan melihat jelas apa yang dimaksud dengan megalitik itu karena susunan batu sederhana tersebut berada tepat di tengah kampung dan ada jejak telapak kaki yang diyakini masyarakat merupakan jejak kaki Dhake. Selain itu, di samping kiri kanan kampung tersebut berjejer rumah penduduk yang masih sangat tradisional dan terletak saling berhadapan. Rumah tersebut masih terdiri dari material alam sehingga masih sangat alami. Rumah ini dikatakan tradisional juga karena hanya mempunyai satu pintu sama seperti pintu masuk kampung.
Rumah adat Kampung Bena |
Saat Anda datang, masyarakat Bena akan menyambut Anda dengan senyum dan sapa, Anda bisa benar-benar berbincang langsung tentang budaya setempat dan masyarakat Bena dengan ramah akan menjelaskan. Di sini Anda tidak akan menemukan listrik karena listrik memang belum masuk.
Karena keunikannya, kampung Bena sudah didaftarkan menjadi situs warisan dunia UNESCO tahun 1995 walaupun belum diterima. Yang menarik dari kampung ini adalah tradisi bertenunnya yang masih bisa ditemui. Kegiatan bertenun ini masih dilakukan oleh wanita, sedangkan pria berladang.
Hasil tenun dari Bena dinamakan tenun Bajawa. Tenun ini memiliki motif-motif kuno yang tercetak di atas tenunnya. Para penenun ini mampu menghasilkan irama khas dari tubrukan kayu dengan kayu yang dipergunakan. Motif tenun Bajawa yang utama bernama Jara yang bercorak geometris berbentuk kuda. Motif lainnya yang menonjol adalah Ghi'u dan Li'e Gulu. Biasanya tenun ini diproduksi untuk kebutuhan ritual adat di samping kebutuhan pakaian sehari-hari.
Lawoa Dha Bhajawa contohnya. Kain ini merupakan sarung bagi perempuan yang digunakan upacara adat. Sedangkan untuk kain adat bagi pria dinamakan Sapu Dha A'dha. Ingin mengenal budaya Megalitikum lebih jauh, arahkan tujuan Anda ke Flores, Kampung Bena.