Pernikahan Adat Baduy (https://gebyarpernikahanindonesia.com)
Perkawinan merupakan hukum alam yang harus terjadi dan dilakukan oleh setiap manusia tanpa terkecuali. Ya, hal tersebut merupakan anggapan masyarakat di Suku Baduy. Sebuah suku tepencil di yang terletak di kaki pegunungan Kendeng desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Rangkasbitung, Banten ini memiliki kebudayaan pernikahan tersendiri yang cukup unik.
Sistem perkawinan suku Baduy yaitu perkawinan Monogami. Yang artinya seorang laki-laki Baduy tidak boleh beristri lebih dari seorang dan perkawinan Poligami merupakan suatu hal yang tabu.
Perkawinan anak laki-laki yang pertama (kakak) dari suatu garis keturunan dengan anak perempuan yang terakhir (adik) dari garis keturunan yang lain. Seorang adik tidak boleh melangsungkan perkawinan sebelum kakaknya melangsungkan perkawinan (ngarunghal).
Dalam prakteknya, masyarakat Baduy tidak terdapat perbedaan antara sepupu persamaan dan antarsepupu sehingga ada kecenderungan dalam perkawinan itu terjadi dalam keluarga yang paling dekat, dapat terjadi sampai dengan sepupu tingkat keempat. istilah Orang Baduy menyebut dengan baraya.
Bobogohan (Pengenalan Jodoh)
Tata cara perkawinan pun dimulai dari proses peminangan sampai membina rumah tangga juga diatur dalam ketentuan adat Baduy yang mengikat. Calon pun dipilihkan oleh pihak orang tua, lalu kedua belah pihak bertemu dan saling bersilaturahmi, tahap pengenalan jodoh ini dinamakan bobogohan yang merupakan tahapan penting menuju pernikahan. Suasana acara bobogohan ini biasanya ditemani dengan lantunan alat musik kecapi yang dibawa pihak laki-laki. Orang Baduy menyebutnya perkawinan sebagai rukun hirup, artinya bahwa perkawinan harus dilakukan, karena jika tidak maka ia akan menyalahi kodratnya sebagai manusia. Setelah adanya kesepakatan kedua belah pihak untuk menikah, maka dilaksanakanlah tahapan lamaran.
Lamaran
Ada 3 tahapan lamaran yang harus dilakukan oleh calon mempelai pria. Yang pertama mempelai pria beserta keluarga harus melapor ke Jaro (Kepala kampung) dengan membawa daun sirih, pinang, dan gambir secukupnya. Kedua, sirih, pinang, dan gambir dibawa ke rumah wanita yang akan dilamar dilengkapi dengan membawa cincin yang terbuat dari baja putih sebagai mas kawin, dan ketiga membawa alat rumah tangga dan baju untuk calon mempelai wanita.
Akad Nikah
Setelah semua proses dilalui maka diadakanlah upara pernikahan yang hanya boleh diadakan pada bulan kalima, kanem, katujuh. Penanggalan ini berdasarkan pikukuh. Pikukuh yang artinya aturan dan ajaran yang harus dijalankan oleh masyarakat Baduy, aturan tersebut mengatur mengenai apa saja yang diperbolehkan dan apa saja yang dilarang di suku Baduy yang sudah digariskan oleh leluhur masyarakat Baduy.
Pada umumnya prosesi pernikahan mempelai akan mengucapkan kalimat syahadat (seperti ijab kabul), disaksikan oleh Naib sebagai penghulunya. Menurut informasi yang kami dapatkan pencatatan pernikahan oleh KUA tidak berlaku di Baduy, terbentur oleh kepercayaan yang mereka yakini. Di Baduy, pelaksanaan akad nikah dan resepsi bagi pasangan mempelai dilaksanakan di Balai Adat yang dipimpin oleh Pu’un untuk mengesahkan pernikahan tersebut. Dalam ketentuan sistem perkawinan masyarakat Baduy tidak mengenal poligami dan perceraian. Tapi mereka hanya diperbolehkan untuk menikah kembali jika salah satu dari mereka telah meninggal.