Masjid Raya Sultan Ahmadsyah terletak di jalan Masjid, Kelurahan Indra Sakti, Kecamatan Tanjung Balai Selatan, Kota Tanjung Balai Selatan, Sumatera Utara (lihat peta). Masjid dibangun di atas tanah wakaf Kesultanan Asahan dengan luas 10.000 M2 dengan luas bangunan 1000 m2
Masjid Raya Sultan Ahmadsyah Tanjung Balai didirikan mulai pada tahun 1884 dan selesai dibangun pada tahun 1886. Penggagas berdirinya Masjid Raya Sultan Ahmadsyah adalah Sultan Ahmadsyah yang bergelar Marhum Maharaja Indrasakti yang memerintah Kesultanan Asahan mulai tahun 1854 hingga 1888, sultan ke-9 dari Kesultanan Asahan. Ahmadsyah naik tahta setelah menggantikan ayahnya Sultan Muhammad Hussein Syah (1813-1854) sebagai sultan ke-8 yang pernah memerintah di Kesultanan Asahan.
Sultan Ahmadsyah pada masa pemerintahannya dikenal dengan pemimpin yang arif lagi bijaksana dan negeri Asahan banyak mengalami kemajuan. Penduduk sangat menyenangi beliau karena dalam masa pemerintahannya sangat memperhatikan dan melindungi kepentingan rakyatnya dan juga mempunyai sikap yang tegas dalam menyelesaikan suatu masalah yang timbul antara rakyat dengan rakyat dan rakyat dengan pemerintah dan dalam suatu mengambil keputusan tidak menguntungkan satu pihak dan mengorbankan pihak lainnya.
Fungsi didirikannya Masjid Raya Sultan Ahmadsyah bukan hanya sebagai sebuah tempat ibadah, tetapi juga merupakan tempat strategis bagi pengembangan masyarakat, Selain sebagai tempat ritual, masjid juga sebagai pusat tumbuh dan perkembangnya kebudayaan Islam. Di dalamnya dilakukan penyusunan strategi, perencanaan dan aksi di dalam kerangka penyebaran Islam di tengah kehidupan masyarakat. Selain sebagai kepentingan ritual ibadah keagamaan, juga memiliki kepentingan politis untuk melawan hegemoni penjajah.
Makam korban revolusi sosial
Tanah itu tak luas. Ukurannya hanya sekitar 2 x 3 meter. Kondisinya tampak tak terurus. Rumput tumbuh sembarang. Lokasinya berada di halaman depan Masjid Raya Tuan Ahmadsyah, Tanjung Balai, sekitar empat meter dari bangunan masjid. Tak banyak orang yang tahu bahwa tanah tersebut adalah sebuah kuburan massal.
Sebanyak 73 nama terpahat di nisan tersebut. Mereka adalah korban dari penyerbuan dan pembantaian yang terjadi di Asahan, Sumatera Utara, tepat pada 67 tahun silam, yakni Maret 1946. Jasad-jasad yang ada di kuburan ini pada mulanya ditemukan dalam bentuk tulang belulang yang terserak di Sungai Lendir. Sungai Lendir adalah sebuah kampung di Asahan, yang untuk mencapainya harus menggunakan perahu atau boat.
Pemilik jasad dari tulang belulang itu adalah para petinggi negara Kesultanan Melayu Asahan beserta cerdik pandai dan masyarakat umum. Di nisan itu pun tercantum dua orang Mandailing yang masing-masing bermarga Siregar dan Nasution.
Arsitektur
Ciri utama dari masjid ini adalah bangunan Melayu. Hal ini terlihat dari bentuk bangunannya yang berbentuk persegi panjang seperti kebanyakan bangunan Melayu. Pada pinggir atapnya juga terdapat ciri khas bangunan Melayu yaitu ukiran pucuk rebung.
Pilar Masjid
Keunikan masjid ini adalah tidak terdapat pilar di bagian dalam masjid yang bermakna Allah tidak memerlukan penyangga untuk berdiri. Padahal bangunan dasar dari masjid ini hampir tidak memakai semen melainkan pasir dan tanah liat serta batu bata.
Kubah
Keunikan lainnya yaitu kubah masjid tidak terletak di tengah bangunan melainkan di bagian depan masjid sehingga jika dilihat dari depan, masjid ini terkesan biasa namun menyembunyikan keunikannya.
Mimbar
Di dalam masjid terdapat mimbar yang berornamen Cina. Mimbar ini didatangkan langsung oleh Sultan dari Cina. selain itu juga ada tangga putar untuk naik ke menara masjid yang terletak tepat di belakang mimbar. Bangunan utama Masjid Raya Sultan Ahmadsyah belum pernah direnovasi. Namun bangunan pendukungnya banyak yang diganti maupun ditambah. Seperti tempat wudhu’ yang berbentuk qullah dan dapur masjid diganti dengan pendopo. Sedangkan gerbang dan menara utamanya dibangun kemudian sehingga masjid ini memiliki dua menara. Di depan masjid juga terdapat kuburan massal korban revolusi sosial maret 1946. Sedangkan di belakang masjid terdapat kuburan keluarga imam dan nazir masjid. Saat ini di pendopo masjid juga terdapat tiga buah meriam peninggalan Kesultanan Asahan.
Fungsi Masjid Raya Ahmadsyah saat ini adalah sebagai tempat ibadah masyarakat muslim Tanjung Balai. Selain itu, di Masjid Raya Ahmadsyah juga dilakukan pengajian-pengajian mingguan, pengajian bulan ramadhan, pengajian remaja masjid dan pengajian anak-anak. Masjid Raya Ahmadsyah juga berfungsi sebagai tempat latihan manasiq haji serta tempat sosial kemasyarakatan seperti pemotongan hewan kurban dan khitanan massal serta penyolatan jenazah.
Sayangnya kini tak banyak yang mengetahui sejarah besar yang dimiliki oleh masjid ini. bahkan termasuk masyarakat Tanjung Balai sendiri. Apalagi saksi-saksi hidup masjid ini semakin berkurang. Padahal masjid ini lebih dahulu ada dari pada Masjid Raya Al-Mahsun di Medan maupun Masjid Raya Sulaimaniyah di Serdang. Oleh karena itu sudah seharusnya remaja-remaja Tanjung Balai melestarikan sejarah negerinya agar tak hilang di tengah arus jaman.
Sumber: Isengdandamai