Mesjid Sultan Suriansyah, Banjarmasin. Koordinat GPS : 3° 16' 54.52" S dan 114° 34' 37.60" E.
Masjid Sultan Suriansyah terletak di Kelurahan Kuin Utara, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin. Masjid yang terletak di tepian Sungai Kuin ini memang searah dengan Pasar Terapung Kuin jika kita berangkat dari Kota Banjarmasin.
Tampak dari depan timur dengan pola tradisional kalimantan berbaur dengan pola taprat dan pola geometri islam
Pada tahun 1400-an masuklah beberapa kapal asal Keling melalui muara Barito yang dinahkodai Wiramarta, membawa yang DiPertuannya Mpu Jatmika dan istrinya Sira Manguntur beserta dua orang putranya Mpu Mandastana dan Lembu Mangkurat. Pasukannya dipimpin oleh Hulubalang Arya Megatsari dan Tumenggung Tatahjiwa. Berhentilah mereka di sungai Bahan, ketika menggali tanah di sana tanahnya panas laksana api dan tercium harum sebagai harum daun pudak.
Dinding bangunan pendukung masjid ini denahnya berbentuk segi empat, atapnya juga berbentuk segi empat namun diputar sebesar 45 derajat membentuk pola taprat
Lalu didirikanlah Kerajaan Kuripan Jaya atau Negara Dipa yang raja pertamanya bernama Pangeran Suryanata (Raden Putra atau Raden Surya Anata) yang selanjutnya diketahui sebagai anak dari Raja Kartawidjaya atau Tjakra Negara dari Majapahit, permaisurinya Putri Junjung Buih. Dengan Patih atau mangkubumi kerajaan yaitu Lembu Mangkurat. Ibukotanya terletak di Margasari, peninggalannya adalah candi Laras dan di Amuntai peninggalannya adalah Candi Agung.
Selanjutnya berubah menjadi Kerajaan Hindu Nagara Daha yang terletak di hulu sungai dengan ibukota Marabahan. Menjelang masuknya Islam, Kerajaan Nagara Daha diperintah oleh Maharaja Sukarama. Ia berpesan kepada putra-putri dan rakyat agar yang menggantikannya menjadi raja bila ia wafat adalah Pangeran Samudera. Pesan ini ditentang oleh Pangeran Tumenggung dan putra lainnya. Ketika Sukarama meninggal dan Pangeran Samudaera masih kecil terjadi kerusuhan dan perebutan kekuasaan, sehingga oleh seorang Mahapatih (Mangkubumi) bernama Arya Trenggana, Pangeran Samudera diungsikan ke daerah Banjarmasin yang waktu itu belum dikenal (dalam kitab Negarakertagama disebutkan bahwa daerah yang dijadikan sebagai jajahan Majapahit di Kalimantan Selatan adalah Barito, Sawku dan Tabalong. Dalam Sunda Manuscript 1518 atau Castanheda tak ada yang menyebutkan nama Banjarmasin).
Pintu sisi timur dengan pola taprat dan ukiran tradisional kalimantan
Pengungsiannya ke daerah Banjarmasin yang dekat dengan daerah pelabuhan Muara Bahan (Marabahan) telah mempertemukan Pangeran Samudera dengan Patih Masih yang menjadi pemimpin desa Oloh Masi yang meliputi daerah Kuin, Belitung, Tamban dan sekitarnya sekarang ini.
Pola lantai masjid juga berhias taprat yang dibentuk dengan konstruksi jajaran papan kayu ulin, lumayan rumit pembuatannya
Patih Masih adalah patih dari golongan Oloh Masi atau orang Melayu, yang sebagai seorang patih memungkinkan ia mengetahui hal-hal dan perkembangan politik di Negara Daha, karena itu tak heran jika inisiatif pertama untuk merajakan Pangeran Samudera datang dari orang-orang Melayu yang tinggal di pesisir Kuin. Ada dua alasan kenapa Patih Masih merasa berkepentingan untuk merajakan Raden Samudera, pertama karena ia dan masyarakatnya tidak mau lagi melihat daerahnya sebagai daerah jajahan yang terus-menerus mengantar upeti ke Negara Daha kepada Pangeran Tumenggung. Kedua sesuai dengan wasiat Maharaja Sukarama yang berhak menduduki kursi kerajaan Negara Daha sebenarnya adalah Pangeran Samudera. Itulah sebabnya sesudah Pangeran Samudera di rajakan mereka bersepakat untuk merebut bandar Muara Bahan dan menjadikannya sebagai bandar utama.
Peristiwa ini menimbulkan terjadinya pertentangan yang semakin sengit sekaligus ketakutan penguasa kerajaan Negara Daha atas pengaruh yang lebih besar dari Pangeran Samudera, lalu memicu peperangan antara Pangeran Samudera yang berdiam di daerah pesisir (muara Banjar) dengan Pangeran Tumenggung penguasa daerah pedalaman. Perang keluarga ini terjadi pada tahun 1526.
Masuk masjid bisa dari sisi utara, bisa dari sisi timur, bisa dari sisi selatan
Raden Samudra meminta bantuan Raja Demak, Sultan Trenggana, dengan perjanjian mau memeluk agama Islam berikut rakyatnya. Dengan bantuan tentara Demak, Kerajaan Nagara Daha dapat dikalahkan dan Pangeran Tumenggung tunduk kepada Raden Samudra. Setelah masuk Islam Raden Samudra mendapat gelar Sultan Suryanullah atau Sultan Suriansyah, memerintah dari tahun 1595-1620.
Menurut cerita yang lain, jauh sebelum pangeran Samudera memasuki Kuin, sebagian masyarakat Banjarmasin sudah ada yang beragama Islam, karena Banjarmasin terletak di daerah pesisir laut dan dekat bandar Marabahan, memungkinkan daerah ini dikunjungi oleh mubalig-mubalig Islam dari Sumatera dan Jawa. Menurut riwayat itu bahwa salah seorang Walisongo yakni Sunan Giri atau Sultan Muhammad Ainul Yaqin ketika masih mengaji ilmu di pesantrennya Sunan Ampel Surabaya pernah diutus berdakwah dan mengadakan pelayaran ke pulau Banjar. Besar kemungkinan ketika tugas dakwah itu dilaksanakan oleh Sunan Giri Banjarmasin belum menjadi kota pelabuhan besar.
Mimbar untuk khotbah dihiasi ukiran tradisional kalimantan, memiliki anak tangga cukup banyak
Patih Masih yang menjadi pemimpin orang-orang Melayu di Banjarmasin sebenarnya adalah seorang yang telah memeluk agama Islam, karenanya ia berusaha keras untuk menghapuskan dan melepaskan dominasi kekuasaan kerajaan Negara Daha yang beragama Budha/Hindu terhadap Banjarmasin dan daerah sekitarnya. Dengan cara merajakan Pangeran Samudera penerus atau generasi keturunan kerajaan Negara Daha atau Negara Dipa yang terbuang dan membuat satu konsensus serta mendidik Pangeran Samudera di rumahnya dalam lingkungan orang-orang Islam.
Soko gurunya juga unik, berpenampang segi empat dibuat dengan pola taprat secara elevasional. bagian bawah dalam satu arah segi empat, dan bagian atasnya dalam segi empat yang mengarah hingga bersudut 45 derajat. bentuk kolom yang ter-rotasi antara bagian bawah (kaki) dan bagian atas (badan kolom) menghasilkan tektonika arsitektural yang estetik
Itulah sebabnya ketika Patih Masih mengusulkan dan mengutus Patih Balit untuk meminta bantuan kepada kerajaan Islam Demak, Pangeran Samudera menyetujuinya. Dan sebagai seorang muslim setidaknya Patih Masih memiliki akses masuk ke kerajaan Demak, sehingga Demak mau membantu dengan satu syarat bahwa Islam harus dijadikan sebagai agama resmi negara oleh Pangeran Samudera dan rakyatnya kelak. Syarat ini dipenuhi oleh Pangeran Samudera yang pada akhirnya berganti nama menjadi Sultan Suriansyah, memaklumkan berdirinya kerajaan Islam Banjar, serta meresmikan diterimanya Islam secara luas oleh masyarakat Banjar dengan didirikanya masjid Sultan Suriansyah Kuin sebagai pusat peribadatan dan kegiatan dakwah.