Pendopo Agung di TMII Anjungan Provinsi Jawa Tengah
Rumah merupakan sesuatu yang penting karena mencerminkan papan (tempat tinggal), disamping dua macam kebutuhan lainnya yaitu sandang (pakaian) dan pangan (makanan). Karena rumah berfungsi untuk melindungi dari tantangan alam dan lingkungannya. Selain itu rumah tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan utamanya saja. Tetapi dipergunakan untuk mewadahi semua kegiatan dan kebutuhan yang ada di dalam rumah tersebut.
Rumah Jawa lebih dari sekedar tempat tinggal. Masyarakat Jawa lebih mengutamakan moral kemasyarakatan dan kebutuhan dalam mengatur warga semakin menyatu dalam satu kesatuan. Semakin lama tuntutan masyarakat dalam keluarga semakin berkembang sehingga timbullah tingkatan jenjang kedudukan antar manusia yang berpengaruh kepada penampilan fisik rumah suatu keluarga. Lalu timbulah jati diri arsitektur dalam masyarakat tersebut.
Rumah Jawa merupakan lambang status bagi penghuninya dan juga menyimpan rahasia tentang kehidupan sang penghuni. Rumah Jawa merupakan sarana pemiliknya untuk menunjukkan siapa sebenarnya dirinya sehingga dapat dimengerti dan dinikmati orang lain. Rumah Jawa juga menyangkut dunia batin yang tidak pernah lepas dari kehidupan masyarakat Jawa.
Bentuk dari rumah Jawa dipengaruhi oleh 2 pendekatan yaitu :
1. Pendekatan Geometrik yang dikuasai oleh kekuatan sendiri
2. Pendekatan Geofisik yang tergantung pada kekuatan alam lingkungan
Kedua pendekatan itu akhirnya menjadi satu kesatuan. Kedua pendekatan mempunyai perannya masing-masing, situasi dan kondisi yang menjadikan salah satunya lebih kuat sehingga menimbulkan bentuk yang berbeda bila salah satu peranannya lebih kuat. Rumah Jawa merupakan kesatuan dari nilai seni dan nilai bangunan sehingga merupakan nilai tambah dari hasil karya budaya manusia yang dapat dijabarkan secara keilmuan.
Bentuk rumah tradisional jawa dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan bentuk. Secara garis besar tempat tinggal orang jawa dapat dibedakan menjadi:
1. Rumah Bentuk Joglo
2. Rumah Bentuk Limasan
3. Rumah Bentuk Kampung
4. Rumah Bentuk Masjid dan Tajug atau Tarub
5. Rumah Bentuk Panggang Pe
Rumah Bentuk Joglo
Pola struktural dan teknik bangunan di Indonesia oleh Heinz Frick (https://books.google.co.id)
Dibanding 4 bentuk lainnya, rumah bentuk joglo merupakan rumah joglo yang dikenal masyarakat pada umumnya.
Rumah Joglo ini kebanyakan hanya dimiliki oleh mereka yang mampu. Hal ini disebabkan rumah bentuk joglo membutuhkan bahan bangunan yang lebih banyak dan mahal daripada rumah bentuk yang lain. Masyarakat jawa pada masa lampau menganggap bahwa rumah joglo tidak boleh dimiliki oleh orang kebanyakan, tetapi rumah joglo hanya diperkenankan untuk rumah kaum bangsawan, istana raja, dan pangeran, serta orang yang terpandang atau dihormati oleh sesamanya saja. Dewasa ini rumah joglo digunakan oleh segenap lapisan masyarakat dan juga untuk berbagai fungsi lain, seperti gedung pertemuan dan kantor-kantor.
Banyak kepercayaan yang menyebabkan masyarakat tidak mudah untuk membuat rumah bentuk joglo. Rumah bentuk joglo selain membutuhkan bahan yang lebih banyak, juga membutuhkan pembiayaan yang besar, terlebih jika rumah tersebut mengalami kerusakan dan perlu diperbaiki.
Kehidupan ekonomi seseorang yang mengalami pasang surut pun turut berpengaruh, terutama setelah terjadi penggeseran keturunan dari orang tua kepada anaknya. Jika keturunan seseorang yang memiliki rumah bentuk joglo mengalami penurunan tingkat ekonomi dan harus memperbaiki serta harus mempertahankan bentuknya, berarti harus menyediakan biaya secukupnya. Ini akan menjadi masalah bagi orang tersebut. Hal ini disebabkan adanya suatu kepercayaan, bahwa pengubahan bentuk joglo pada bentuk yang lain merupakan pantangan sebab akan menyebabkan pengaruh yang tidak baik atas kehidupan selanjutnya, misalnya menjadi melarat, mendatangkan musibah, dan sebagainya.
Bangunan
Umumnya bagian rumah adat Jawa Tengah terdiri dari tiga bagian utama:pendhopo, ringgitan, dan omah ndalem atau omah njero. Pendhopo adalah bagian rumah yang biasanya digunakan untuk menerima tamu. Pringgitan adalah bagian ruang tengah yang digunakan untuk pertunjukan wayang kulit; berasal dari akar kata “ringgit” yang artinya wayang kulit. Bagian ketiga adalah omah ndalem atau omah njero, yang merupakan ruang keluarga. Dalam omah njero terdapat tiga buah kamar (senthong), yaitu senthong kanan, tengah, dan kiri.
Pada dasarnya, rumah bentuk joglo berdenah bujur sangkar. Pada mulanya bentuk ini mempunyai empat pokok tiang di tengah yang di sebut saka guru, dan digunakan blandar bersusun yang di sebut tumpangsari. Blandar tumpangsari ini bersusun ke atas, makin ke atas makin melebar. Jadi awalnya hanya berupa bagian tengah dari rumah bentuk joglo zaman sekarang. Perkembangan selanjutnya, diberikan tambahan-tambahan pada bagian-bagian samping, sehingga tiang di tambah menurut kebutuhan. Selain itu bentuk denah juga mengalami perubahan menurut penambahannya. Perubahan-perubahan tadi ada yang hanya bersifat sekedar tambahan biasa, tetapi ada juga yang bersifat perubahan konstruksi.
Dari perubahan-perubahan tersebut timbulah bentuk-bentuk rumah joglo yang beraneka macam dengan namanya masing-masing. Adapun, jenis-jenis joglo yang ada, antara lain :
- Joglo Jompongan
- Joglo Kepuhan Lawakan
- Joglo Ceblokan
- Joglo Kepuhan Limolasan
- Joglo Sinom Apitan
- Joglo Pengrawit
- Joglo Kepuhan Apitan
- Joglo Semar Tinandu
- Joglo Lambangsari
- Joglo Wantah Apitan
- Joglo Hageng
- Joglo Mangkurat
1. Joglo Jompongan
Merupakan bentuk rumah joglo yang memakai 2 buah pengeret dengan denah bujur sangkar. Bentuk ini merupakan bentuk dasar joglo.
2. Joglo Kepuhan Lawakan
Merupakan rumah Joglo tanpa memakai geganja atap berujung sehingga kelihatan tinggi
3. Joglo Ceblokan
Merupakan rumah joglo yang memakai saka pendhem (terdapat bagian tiang setelah bawah terpendam) sering bentuk ini tidak memakai sunduk.
4. Joglo Kepuhan Limolasan
Merupakan rumah joglo yang memakai sunduk bandang lebih panjang dan ander agak pendek, sehingga atap berujung panjang.
5. Joglo Sinom Apitan
Merupakan bentuk rumah joglo yang memakai 2 buah pengeret dengan denah bujur sangkar. Bentuk ini merupakan bentuk dasar joglo.
Joglo Jompongan (https://arsitekarchira.com)
2. Joglo Kepuhan Lawakan
Merupakan rumah Joglo tanpa memakai geganja atap berujung sehingga kelihatan tinggi
Joglo Kepuhan Lawakan (https://arsitekarchira.com)
3. Joglo Ceblokan
Merupakan rumah joglo yang memakai saka pendhem (terdapat bagian tiang setelah bawah terpendam) sering bentuk ini tidak memakai sunduk.
Joglo Ceblokan (https://arsitekarchira.com)
Merupakan rumah joglo yang memakai sunduk bandang lebih panjang dan ander agak pendek, sehingga atap berujung panjang.
Joglo Kepuhan Limolasan (https://arsitekarchira.com)
5. Joglo Sinom Apitan
Merupakan rumah joglo yang memakai 3 buah pengeret,3 atau 5 buah tumpang dan 4 empyak (atap) emper.
Joglo Sinom Apitan (https://arsitekarchira.com)
6. Joglo Pengrawit
Merupakan rumah joglo yang memakai lambang gantung,atap berujung merenggang dari atap penanggap,atap empar merenggang dari atas penanggap, tiap sudut diberi tiang (saka).
Joglo Pengrawit (https://arsitekarchira.com)
7. Joglo Kepuhan Apitan
Merupakan rumah joglo yang memiliki empyak berujung lebih tinggi (tegak) karena pengeret lebih pendek.
Joglo Kepuhan Apitan (https://arsitekarchira.com)
8. Joglo Semar Tinandhu
Joglo Semar Tinandu (https://prestylarasati.wordpress.com)
Joglo Semar Tinandu (semar diusung/semar dipikul) diilhami dari bentuk tandu. Joglo ini biasanya digunakan untuk regol atau gerbang kerajaan, dengan ciri- ciri :
- Denah berbentuk persegi panjang
- Pondasi bebatur, yaitu tanah yang diratakan dan lebih tinggi dari tanah disekelilingnya. Diatas bebatur dipasang umpak yang sudah diberi purus wedokan, umpak ini nantinya akan disambung dengan tiang saka.
- Memakai 2 saka guru sebagai tiang utama yang menyangga atap brunjung dan 8 saka pananggap yang berfungsi sebagai penyangga yang berada diluar saka guru.
- Bagian bawah tiap saka diberi purus lanang untuk disambung ke purus wedokan dan diperkuat dengan umpak
- Terdapat 2 pengeret sebagai penyangga balok tandu.
Joglo Semar Tinandu (https://prestylarasati.wordpress.com)
- Memiliki tumpang 3 tingkat yang ditopang balok tandu
- Atapnya memiliki 4 jenis empyak yaitu empyak brunjung, empyak cocor pada bagian atas dan empyak penanggap serta empyak penangkur dibagian bawah.
- Pada atap terdapat molo
- Menggunakan usuk rigereh, usuk yang pada bagian atas bersandar pada dudur sedangkan bagian bawah bertumpu pada balok pengeret dan dipasang tegak lurus.
- Biasanya digunakan untuk regol (pintu masuk)
Karena tiang utama/saka guru pada joglo ini tergantikan oleh tembok sambungan, maka ruang di bawah atap yang lebih tinggi mempunyai besaran ruang sebatas di besaran uleng saja. Udara yang ada masih terpengaruh udara luar, namun terasa lebih sejuk karena ada kemiringan atap yang memberikan perbedaan udara antara ruang luar dengan ruang di dalam joglo.
Pada joglo semar tinandu ini udara bergerak secara lurus melalui celah diantara dua tembok sambungan. Pergerakan udara terjadi secara leluasa, langsung pada bagian tengah joglo ini, karena tidak terhalang oleh tembok, namun pada bagian samping kanan dan kiri, udara tidak bisa mengalir ke sisi sebelahnya, karena terhalang oleh tembok sambungan yang sampai ke puncak joglo. Udaara kembali bergerak ke bawah melewati celah menuju ruang di sebelah tembok sambungan, dan mengalir ke berbagai arah.
9. Joglo Lambang Sari
Joglo Lambang Sari (https://prestylarasati.wordpress.com)
Joglo Lambangsari merupakan joglo dengan sistem konstruksi atap menerus. Bentuk ini paling banyak dipakai pada bangunan tradisional jawa. Bentuk joglo yang menggunakan lambangsari, dengan ciri- ciri :
- Bentuk denah persegi panjang
- Memakai pondasi bebatur, yaitu tanah yang diratakan dan lebih tinggi dari tanah disekelilingnya. Diatas bebatur ini dipasang umpak yang sudah diberi purus wedokan
- Terdapat 4 saka guru sebagai penahan atap brunjung yang membentuk ruang pamidangan yang merupakan ruang pusat dan 12 saka pananggap yang menyangga atap pananggap (tiang pengikut), masing-masing saka ditopang oleh umpak menggunakan sistem purus
- Memakai blandar, pengeret, sunduk, serta kilil. masing- masing blandar dan pengeret dilengkapi dengan sunduk dan kili sebagai stabilisator
- Menggunakan tumpang dengan 5 tingkat. Balok pertama disebut pananggap, balok ke dua disebut tumpang, balok ke tiga dan empat disebut tumpangsari, dan balok terakhir merupakan tutup kepuh yang berfungsi sebagai balok tumpuan ujung- ujung usuk atap
- Uleng/ruang yang terbentuk oleh balok tumpang di bawah atap ada 2 (uleng ganda)
- Terdapat godhegan sebagai stabilisator yang biasanya berbentuk ragam hias ular-ularan
- Menggunakan atap sistem empyak. 4 sistem empyak yang digunakan brunjung dan cocor pada bagian atas, serta pananggap dan penangkur di bagian bawah
- Terdapat balok molo pada bagian paling atas yang diikat oleh kecer dan dudur
- Menggunakan usuk peniyung yaitu usuk yang dipasang miring atau memusat ke molo. Joglo ini juga tidak memiliki emper
10. Joglo Wantah Apitan
Merupakan rumah joglo yang memakai 5 buah tumpang, memakai singup, memakai geganja dan memakai tikar lumajang
Joglo Wantah Apitan (https://arsitekarchira.com)
11. Joglo Hageng
Merupakan rumah joglo yang memiliki ukuran lbh rendah dan ditambah atap yg disebut pengerat dan ditambah tratak keliling Pendapa Agung Istana mangkunegaran Surakarta.
Joglo Hageng (https://arsitekarchira.com)
12. Joglo Mangkurat
Joglo Mangkurat (https://arsitekarchira.com)
Sirkulasi udara pada rumah joglo ini dirancang dengan menyesuaikan dengan lingkungan sekitar. Rumah joglo, yang biasanya mempunyai bentuk atap yang bertingkat-tingkat, semakin ke tengah, jarak antara lantai dengan atap yang semakin tinggi dirancang bukan tanpa maksud, tetapi tiap-tiap ketinggian atap tersebut menjadi suatu hubungan tahap-tahap dalam pergerakan manusia menuju ke rumah joglo dengan udara yang dirasakan oleh manusia itu sendiri. Saat manusia berada pada rumah joglo paling pinggir, sebagai perbatasan antara ruang luar dengan ruang dalam, manusia masih merasakan hawa udara dari luar, namun saat manusia bergerak semakin ke tengah, udara yang dirasakan semakin sejuk, hal ini dikarenakan volume ruang di bawah atap, semakin ke tengah semakin besar. Seperti teori yang ada pada fisika bangunan.
Efek volume sebenarnya memanfaatkan prinsip bahwa volume udara yang lebih besar akan menjadi panas lebih lama apabila dibandingkan dengan volume udara yang kecil.
Saat manusia kembali ingin keluar, udara yang terasa kembali mengalami perubahan, dari udara sejuk menuju udara yang terasa diluar ruangan. Dapat dilihat kalau penghawaan pada rumah joglo, memperhatikan penyesuaian tubuh manusia pada cuaca disekitarnya. Sistem penghawaan pada joglo lambangsari ini, seperti pada sistem penghawaan joglo pada umumnya, angin/udara bergerak sejajar, di seluruh ruang terbuka, pada bagian ruang bagian tengah, yang dibatasi tiang utama/saka guru, udara bergerak ke atas, namun kembali bergerak ke bawah. Hal ini terjadi karena joglo lambangsari tidak memiliki lubang ventilasi, karena memang di desain untuk atap menerus.
Informasi lebih lanjut hubungi
Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur
Telp : (62) 21 8779 2078